“Ok, aku tunggu di depan aja ya biar kita langsung berangkat.”
“Jangan lupa bawa semua barang yang aku bilang ke kamu tadi lho! Udah dulu ya”
Aku keluar dari kamar dan menguncinya. Lalu diceknya lagi isi tas yang dibawanya.
“Lingerie ada, kimono ada, scarf… 1, 2, 3, 4, 5. Sip! Lakban, OK. Siap untuk berangkat.” Kataku sendiri.
Oya, namaku Mila. Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi Yogyakarta. Malam ini aku akan menginap di villa dengan teman-teman baruku, semuanya cewek. Awalnya aku tidak tau kalau mereka semua adalah penyuka sex sesama jenis, alias lesbi. Tapi mungkin karena aku sedang jomblo dan ingin mencoba hal yang baru, maka aku tetap saja bergaul dengan mereka. Alangkah lebih terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa teman-teman baruku tersebut selain lesbi, mereka juga menyukai bondage, kadang sebagai bumbu dalam hubungan sex ataupun hanya saling mengikat salah satu partner. Aku yang memang menyukai bondage dari dulu jadi makin masuk ke kelompok temanku itu meskipun aku bukan lesbian. Entah kenapa dengan tangan dan kaki terikat aku merasa sangat sexy dan mudah terangsang. Ketidak berdayaan itu adalah keadaan paling sensual bagiku. Pagi itu aku sudah rapih, mengenakan blus berwarna kuning berkerah shang hai dengan kancing-kancing berjejer dari leher sampai ke pusar, memakai rok mini berwarna putih dan sepatu kesayanganku yang berwarna putih.
Mobil Kijang warna silver berhenti tepat di depan pintu pagar kostku.
“Ayo cepet! Keburu malam lho!” Seru Diah dari dalam mobil.
Aku membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalamnya. Diah ada di belakang kemudi, dia yang sering kita anggap sebagai leader dari gang kita. Susan ada di sampingnya dan Novi duduk di sebelahku.
Mobil beranjak dan menuju ke salah satu obyek wisata yang ada di kota Yogyakarta.
“Sudah bawa scarfnya kan?” Tanya Diah padaku.
Aku menganggukkan kepala sambil membuka tas yang aku bawa.
“Nov, tutup mata Mila ya. Anggap aja sebagai tes awal.”
Novi memilih salah satu dari scarf yang aku bawa. Diambilnya satu yang berwarna hitam, melipat sedemikian rupa dan kemudian digunakan untuk menutup mataku. Scarf itu diikatkan ke belakang kepalaku, tidak cuma sekali tapi dua kali sehingga terasa erat sekali. Ada perasaan lain saat aku tidak dapat melihat apapun, ada sedikit rasa horny.
“Nikmati kebebasanmu Mil, karena sejak saat kamu akan menjadi budak kita. Minggu sore permainan ini baru selesai. Ok?” Kata Diah lagi.
“Iya.”
“Wah, scarf kamu keren-keren warnanya lho Mil. Beli dimana nich? Kayaknya harganya juga gak murah ya?” Kata Novi yang kelihatannya sedang memeriksa barang bawaanku.
Scarf yang aku bawa memang sengaja aku pilih dengan warna yang berbeda-beda. Ada yang merah, hijau, kuning, pink dan hitam yang sedang menutup mataku saat ini.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam saja, menikmati ketidakberdayaanku karena setelah mataku ditutup, tanganku juga diikat dengan scarfku yang lain kebelakang.
“Kok diem aja sich Mil?” Goda Susan.
Aku tidak menjawab, masih terhanyut dengan suasana.
“Sudah tho San, kamu jangan ganggu Mila yang lagi dag dig dug. Ya kan Mil?"
Aku hanya tersenyum.
Akhirnya mobil berhenti. Terdengar suara garasi dibuka dan mobil bergerak memasuki garasi. Kudengar Diah, Susan dan Novi membuka pintu dan beranjak keluar. Kemudian salah satu dari mereka membuka pintu dan membantuku keluar dari mobil. Rasanya tambah deg-degan perasaanku saat aku dituntun masuk ke vila. Aku kemudian didudukkan di sofa, tutup mataku dibuka tapi scarf yang melilit erat di tanganku didiemin aja.
“Sudah sampe tujuan. Gimana, siap untuk permainan selanjutnya?” Tanya Susan kepadaku.
“Ayuk… Siapa takut?” Jawabku.
“Mending mandi dulu aja, biar wangi.” Kata Novi yang kayaknya sedang sibuk membongkar tasnya.
Aku hanya memandangi mereka yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Novi sedang sibuk mencari peralatan mandinya, handuk sudah ada di pundaknya. Susan sedang menutup korden-korden jendela vila. Sedangkan aku,...
“Mau ngapain....? Tanganku masih terikat erat kebelakang,.. ya diem aja.....” pikirku
“Biar kalo kita telanjang gak ada yang ngeliat, hehehe. Diah! Kordennya baru ya? Pas kita kesini kan masih warna merah tua kan? Warnanya keren! Tambah bikin horny, hehehe”
Habis itu Susan, Novi dan Diah masuk ke kamar mandi bareng, entah ngapain. Tinggal aku sendirian di ruang tengah vila dalam keadaan terikat erat. Gak terasa setengah jam berlalu, ketiganya baru keluar dari kamar mandi, hanya memakai kimono aja.
“Sana giliranmu mandi. Yang masih ‘virgin’ mandinya sendirian. Hehehe.” kata Diah
“Oya, abis mandi pake kimono aja, tanpa underwear. Dan jangan lupa, keluar dari kamar mandi matanya ditutup lagi pake scarf ya.” Lanjut Diah sambil melepaskan scarf yang mengikat di tanganku.
Aku mandi secepat-cepatnya, gak sabar pingin tau permainan apa selanjutnya. Selesai mandi aku pakai kimono yang aku bawa dari rumah kemudian dengan sukarela menutup mataku dengan scarf milikku. Aku buka pintu kamar mandi dan berjalan pelan-pelan sambil meraba-raba dinding.
“Wuih, tambah cantik aja kamu pake warna merah gitu.” Seru Diah.
“Terus maju Mil. Yak, berhenti disitu. Lepas kimononya aja, jadi biar kita bisa mengagumi body kamu…” Kata Susan sambil tersenyum.
Aku melakukan apa yang disuruh oleh Susan. Agak sedikit grogi karena aku merasa menjadi tontonan ketiga temanku itu.
“Gila, badan kamu emang bener-bener bagus seperti yang aku bayangin. Rajin BL ya?”
Aku yang masih berdiri dengan canggung karena telanjang dan menjadi tontonan hanya bisa tersenyum malu.
“Nggak kok.” Jawabku pendek. Suaraku terdengar sedikit bergetar.
“Wah, belum diapa-apain kok sudah grogi sich? Yuk, kita coba aja ‘mainan’ baru kita ini, dari pada cuma ngeliatin aja.” Kata Novi.
Aku mendengar langkah kaki mendekatiku.
“Kamu duduk aja di lantai, gak dingin kok. Kan ada karpetnya.”
Aku duduk seperti yang disuruh. Lalu kakiku dipakaikan sepatuku yang putih tadi berhak 5 cm model yang ada ban karet yang seolah menghubungkan kedua mata kakiku.
Kemudian aku merasakan kedua tanganku diikat dengan tali ke belakang.
“Gimana rasanya diikat Mil? Enak gak?”
Aku hanya menganggukkan kepala.
Kemudian aku merasakan tali dilingkarkan di dadaku kemudian dikencangkan yang membuat buah dadaku terangkat dan mengencang. Rasanya jadi makin sensitif. Lalu giliran kakiku yang bersepatu putih diikat, lututku juga diikat. Setelah semua terikat, semakin tidak berdaya rasanya yang malah makin membuatku makin horny.
“Buka mulut Mil.” Kata Diah.
Aku menurutinya membuka mulutku. Lalu aku merasakan ada kain yang disumpalkan ke mulutku, ditekan dengan kuat sehingga memenuhi seluruh mulutku.
“Gimana rasa celana dalamku? Hehehe. Wangi kan?” Kata Diah sambil tersenyum.
Secara refleks aku berusaha memuntahkan kain yang ternyata adalah celana dalam milik Diah, merasa jijik. Ternyata aku kesulitan melakukannya karena celana dalam itu benar-benar memenuhi rongga mulutku sehingga aku tidak dapat membuka mulutku lebih lebar dan ditambah lagi sekarang entah Diah atau yang lainnya menutup mulutku dengan lakban. Aku berontak karena tidak mengharapkan ada celana dalam, apalagi celana dalam bekas pakai berada di dalam mulutku. Aku merasakan tiga kali lakban ditempelkan di mulutku yang makin membuat mulutku makin tertutup sehingga tidak dapat memuntahkan celana dalam itu.
“Mmmppphhh!!!” Hanya itu suara yang keluar dari mulutku.
“Dinikmati aja Mil, jangan dilawan ya. Hehehe”
Hening suasana. Aku rasanya mulai menikmati keadaan ini. Bersepatu, telanjang bulat, tangan dan kaki terikat, mata tertutup, mulut dilakban. Benar-benar mimpiku yang menjadi kenyataan.
Lalu tiba-tiba buah dadaku yang kiri, yang kencang karena diikat terasa dikulum oleh seseorang, entah Diah, Novi atau Susan. Aku terlonjak karena tidak mengira akan dikulum. Kemudian kuluman itu bertambah di buah dadaku yang kanan. Makin aku menikmati keadaan ini. Aku hanya mendesah-desah pelan, ekspresi kalau aku menikmatinya.
“Ini lho rasanya jadi tawanan kita. Enak kan?” suara Novi.
Aku hanya menganggukkan kepala pelan sambil terus menikmati kuluman di buah dadaku.
Tiba-tiba aku merasakan hal yang belum pernah aku rasakan, tubuhku dijilati dengan halus dan rasanya dengan penuh perasaan. Rasanya geli bercampur nikmat, pokoknya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata rasa kenikmatan itu.
Entah berapa lama aku ‘dikerjain’, aku hanya menikmatinya sambil sedikit meronta-ronta, tanda bahwa aku menikmati perlakuan ketiga temanku kepadaku.
“Gimana Mila? Enak gak? Kamu keluar berapa kali?” Tanya Susan sedikit bercanda.
“Mmmmppphhhh......” Jawabku tidak jelas.
“Capek? Lemes? Sudah ya, malem ini cukup. Kamu bobo ya…”
Aku tidak menjawab.
“Ambil selimut sana Nov.” Kata Susan.
Aku berpikir apa yang akan dilakukan kepadaku. Kan kalo aku disuruh tidur tinggal dilepasin ikatanku. Atau aku disuruh tidurnya di ruang tengah ya? Aku hanya diam saja, lagian kan hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.
Aku mendengar suara selimut yang dilemparkan di dekatku. Kemudian badanku diangkat dan diletakkan diatas lembaran selimut itu. Aku merasakan selimut tebal mirip milikku. Lalu badanku digulung-gulungkan sehingga membuat selimut itu menutupi tubuhku, mirip kepompong, hanya kepalaku yang tidak digulung. Yang jelas setelah selesai digulung aku makin tidak bisa bergerak. Belum selesai, aku yang sudah digulung sedemikian rupa ini masih diikat-ikat lagi yang kayaknya tujuannya biar aku tidak bisa lepas dari selimut itu. Aku hanya bisa diam saja, selain karena lemas, aku juga berusaha menikmatinya dan digulung dengan selimut membuat badanku benar-benar tidak dapat digerakkan.
“Sudah selesai!” Kata Diah yang ternyata adalah pengikatku.
“Benar-benar memuaskan.”
“Ayo kita angkat bareng-bareng ke kamar. Mosok ditidurin disini, kan kasian.” Lanjut Diah.
Ketiga temanku mengangkat badanku. Tidak kesulitan karena badanku yang mungil sehingga tidak begitu berat. Sampai di kamar dan diletakkan di atas ranjang ternyata ikatanku belum selesai. Aku yang dalam posisi digulung itu masih diikat lagi pada 4 sisi ranjang, makin tidak bisa bergerak.
“Harap maklum ya Mil, biar kamu gak jatuh kalo pas bobo, hehehe.” Kata Diah.
“Kurang satu hal lagi nich”
Aku merasakan ada kain yang kemudian aku tahu kalo itu adalah sarung bantal ditutupkan atau disarungkan di kepalaku, sehingga sekarang semua badanku tidak kelihatan sama sekali. Dari leher sampai kaki tertutup selimut, kepala tertutup sarung bantal. Kemudian ada selimut atau bedcover, aku tidak tahu, diselimutkan di badanku.
“Biar tambah anget ya Say… Met bobo. Siapkan diri untuk permainan besok ya”
Aku hanya diam. Aku tidak membayangkan akan mengalami hal-hal yang selama ini hanya ada didalam fantasiku bisa menjadi kenyataan, malah bisa dibilang hal yang aku alami saat ini lebih dari fantasiku. Terikat, mata dan mulut tertutup sich masih kadang terlintas dalam benakku, tapi aku gak pernah membayangkan keadaan digulung dengan selimut seperti yang sedang aku alami ini. Benar-benar fantastis! Aku berusaha tidur sambil bertanya-tanya dan membayangkan permainan apa lagi yang akan aku alami besok hari dan menikmati ketidak berdayaanku.
SABTU SIANG 29 MEI
“Kok gelap semua? Aku ada dimana nich?” Tanyaku pada diriku sendiri.
Aku berusaha membuka mataku tapi tidak bisa, semua terasa gelap. Aku membuka mulutku
”mmmppphhh!!” tapi juga tidak bisa.
Demikian juga dengan tangan dan kakiku tidak bisa digerakkan sama sekali. Nafasku terasa berat. Aku agak sulit bernapas karena ada sesuatu yang menghalangi hidungku untuk menghirup udara dengan bebas. Tangan dan kakiku tidak dapat digerakkan dan ada sejenis kain yang membungkusku.
“Apa yang terjadi padaku?”
Aku menenangkan diri sejenak sambil berpikir apa yang sedang aku alami saat ini. Tidak lama aku aku mulai bisa mengerti, kemarin aku menginap di vila dan aku dengan sukarela diperlakukan sedemikian rupa hingga aku mengalami hal yang aku rasakan saat ini, terikat tak berdaya tanpa bisa menggerakkan tangan dan kakiku, membuka mata dan membuka mulut. Aku juga mulai ingat kalau sebelum tidur kemarin aku dibungkus dengan selimut dan sarung bantal menutupi wajahku. Aku berusaha menggerak-gerakkan badanku berharap ikatan di tubuhku sudah dilepaskan atau dikendurkan, yang ternyata dugaanku itu salah.
Karena capek dengan usaha sia-siaku itu aku diam saja, pasrah.
“Selamat pagi tawananku. Gimana tidurnya, enak?” Tiba-tiba terdengar suara Diah.
“Mmmppphhhh.....…”
Hanya itu jawabku sambil menggerak-gerakkan badanku untuk menunjukkan kalau aku ingin dilepaskan dari ikatan. Aku sebenarnya menikmati keadaan terbelenggu itu tapi aku punya kebiasaan pipis di pagi hari jadi aku ingin dilepas untuk pipis, habis itu diikat lagi bukan masalah bagiku.
Kelihatannya Diah tahu apa yang aku inginkan karena dia mulai melepas ikatanku satu demi satu.
“Sana kalau mau buang hajat sambil menikmati kebebasanmu”
Aku nyelonong ke kamar mandi karena memang bener-bener kebelet. Keluar dari kamar mandi aku baru melihat seperti apa suasana kamar yang aku tempati semalam. Kamar dengan cat dinding berwarna putih, ranjang double model brass bed dengan 4 sisi besi di setiap sudutnya, tampaknya tempat tali-tali yang mengikat tubuhku semalam. Aku juga melihat selimut yang dipakai untuk membungkusku semalam, selimut tebal polos berwarna merah maroon. Ada bed cover warna pink yang menyelimuti bungkusan diriku tergeletak di lantai kamar. Aku melihat di ujung kamar ada pintu menuju balkon yang menjadi jendela juga karena pintu terbuat dari kaca. Korden tebal warna merah tua yang menutupi jendela itu sudah dibuka sehingga cahaya matahari bisa masuk ke dalam kamar.
Diah tersenyum manis kepadaku melihatku keluar dari kamar mandi. Aku segera menuju ranjang untuk menutupi tubuhku yang telanjang bulat dengan selimut karena agak malu.
“Gimana bobonya? Enak gak?” Tanya Diah.
Kulihat Diah yang sangat terlihat sangat cantik walaupun dia belum mandi. Dia hanya mengenakan lingerie berwarna ungu yang menurutku sangat ‘minimalis’.
Aku hanya menggangguk, menjawab pertanyaan Diah itu.
“Masih bisa menerima perlakuan seperti semalam?” Tanya Diah lagi.
Sekali lagi aku hanya mengangguk, agak malu untuk menjawab dengan kata-kata.
“Tidak usah malu dengan aku. Aku juga senang kok bisa melakukan hal-hal yang aku senangi, seperti semalam. Dan kamu tenang aja, aku tidak akan melakukan penyiksaan-penyiksaan, misalnya menetesi lilin di badanmu atau menjepit putingmu dengan penjepit jemuran. Aku, Susan dan Novi hanya senang mengikat-diikat. Tidak mungkin kita membuat tawanan atau budak kita sampai memelas-melas ataupun menangis karena kita siksa.”
“Iya, aku juga ngerti kok. Aku juga sudah terima semua konsekwensi yang mungkin aku terima.”
“Tenang aja Non, hehehe. Oya, boleh aku nanya sesuatu kepadamu?”
“Silakan aja…”
“Perlakuan kita yang semalam buat kamu paling suka atau terangsang yang mana?”
Aku diam sambil berpikir, memilah-milah jawaban karena aku sepertinya suka semua perlakuan mereka.
“Kayaknya aku paling suka saat aku dibungkus dengan selimut itu. Jujur aku sering melakukan kalau sedang sendirian sambil membayangkan aku diculik, diikat dan tidak berdaya. Entah kenapa aku agak greeeng kalau melihat selimut, khususnya selimut tebal ataupun bed cover. Nanti malam kalau aku digulung lagi aku gak nolak kok, hehehe.”
“Gampanglah masalah itu. Masih ada permainan lain yang bisa kita lakukan. Liburan akhir minggu kita masih panjang Bu.” Jawab Diah sambil tersenyum penuh arti.
“Kamu mandi dulu sana, sudah jam 9 lho. Abis itu kita sarapan, baru abis itu kita lanjutkan session berikutnya.”
“Iya dech. Eh, Novi sama Susan dimana kok gak kelihatan?” Tanyaku pada Diah.
“Lagi sibuk berdua di kamar sebelah. Tau sendiri kan?”
Aku menganggukkan kepala, kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kan semalam tubuhku sudah dijilati semua jadi penuh dengan air liur kan?
Selesai mandi, masih dengan telanjang bulat karena handuknya sengaja aku tinggal di kamar mandi, aku keluar dan kulihat Diah masih menungguku. Dia sedang membereskan ranjang, melipat selimut yang digunakan untuk membungkusku dan menutupkan bed cover di atas ranjang.
“Sudah selesai ya? Segar kan?”
“Iya, enak banget rasanya mandi pake air anget.”
“Sarapan dulu yuk, sudah aku siapin di meja tuch.”
Aku mengikuti Diah menuju ke meja makan. Aku melewati satu kamar yang pintunya terbuka lebar. Kulihat Susan dan Novi sedang di atas ranjang, Novi terikat dalam posisi tidur telentang dan Susan duduk di sampingnya, sedang memainkan sex toy atau istilah lainnya dildo di vagina Novi. Suara desahan terdengar dari mulut Novi.
“Nov, San! Makan dulu aja yuk…”
“Novi semalem kebanyakan minum obat perangsang tuch. Sampai pagi masih pingin aja dipuasin.” Kata Diah sambil menyuapkan nasi di mulutnya.
Tidak lama kemudian Novi telah dilepaskan dari ikatannya dan Susan menyusul kita di meja makan. Susan memakai kimono tidurnya sedangkan Novi menutupi tubuhnya dengan selimut yang digunakan sebagai kemben. Wajah keduanya masih awut-awutan terutama Novi.
“Pagi Non, gimana bobo semalem? Enak kan?” Tanya Susan.
“Yaaa, begitulah kira-kira, hehehe.”
“Siap dengan pelatihan berikutnya?”
“Siapa takut?” Jawabku dengan bercanda.
Kita berempat lalu menyelesaikan sarapan dengan obrolan-obrolan ringan tanpa menyinggung hal-hal yang kita lakukan semalam.
Selesai makan dan membereskan meja makan kita menikmati suasana pagi sambil duduk-duduk di beranda.
“Villa ini punya siapa sich?” Tanyaku.
“Ya punya pemiliknya dong” Jawab Susan.
“Kok gak ada penjaganya ya?”
“Kita sudah langganan disini dan kita selalu memberi pesan sama penjaganya untuk tidak mengganggu privacy kita. Bapak penjaganya tidur disana itu lho. “ Kata Susan sambil menunjuk ke rumah kecil di dekat pintu gerbang vila.
Vila yang kita tempati agak terpisah dari rumah-rumah yang lain dan dikelilingi dengan pagar tinggi, jadi privacy kita sangat terjaga. Sebenarnya ada kolam renang di belakang rumah tapi hawa yang dingin membuat aku dan teman-temanku berpikir beribu-ribu kali untuk nyebur di kolam renang.
“Yuk, kita lanjutkan pelatihannya.” Kata Novi kemudian.
“Yuuuuk, aku sudah gak sabar ngerjain kamu Mil…” Kata Diah.
Berempat masuk lagi ke dalam rumah, menuju ke kamar yang semalam aku gunakan.
“Scarfnya kamu letakin dimana Mil?”
“Kalau belum kamu keluarin sich masih di dalam tasku.”
Susan beranjak ke tasku yang terletak di dekat pintu, sedang Diah menyuruhku duduk di lantai, di kaki tempat tidur. Dia memegang tanganku dan menariknya ke belakang, setelah itu memborgol kedua tanganku dengan borgol yang digunakan kemarin saat perjalananku ke vila ini. Aku tidak bisa berdiri beranjak lebih jauh karena borgol itu dikaitkan dengan besi kaki ranjang. Susan membawa scarf-scarf milikku dan mendekatiku.
“Enaknya gimana nich, pake disumpal dulu gak mulutnya?” Tanya Susan kemudian.
“Gak usah, langsung aja mulutnya diikat pake scarfnya.” Jawab Novi, pandangannya padaku agak berbeda, kayaknya masih ada sedikit pengaruh obat perangsang semalam.
Susan sibuk menggulung-gulung scarf , membuat simpul di tengahnya.
“Buka mulutmu, yang lebar.”
Aku membuka mulut dengan lebar. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan dilakukan berikutnya.
Scarf dilingkarkan di kepalaku, kemudian dimasukkan di antara gigi dan kemudian dikencangkan, jadi otomatis gigiku menggigit scarf itu. Berikutnya scarf kembali diikatkan lagi, hanya yang ini bedanya diikat tapi menutupi mulutku.
“Gimana Mil? Enak gak?” Tanya Diah yang dari tadi hanya berdiri mengawasi.
“Mmmpphhhh.......!!” Aku hanya mengeluarkan lenguhan tertahan karena suaraku tertahan oleh dua lapis scarf itu.
Ternyata belum selesai. Aku lihat lagi scarf dilingkarkan lagi di kepalaku, tapi kini menutupi mulutku yang sudah tertutup dan hidungku. Sekali lagi aku merasakan sedikit kesulitan dalam bernapas seperti semalam, hanya saja sekarang lebih extreme, lebih sulit untuk bernapas.
“Gak apa apa? Ditambah lagi masih mau?”
Aku hanya menganggukkan kepala.
Susan mengambil scarf warna putih bunga-bunga, scarf yang paling lebar seingatku, melembarkannya dan menutupkannya di kepalaku. Kemudian Susan mengikat ujung-ujungnya di belakang cukup erat. Aku tidak bisa melihat keadaan sekitar, semua hanya berwarna putih dan bunga-bunga kecil motif scarf. Hanya itu yang bisa aku lihat saat ini.
“Enak gak? Puas? Jawab dong Mil…” Tanya Diah.
“Mmmppphhhh!” Hanya itu suara yang keluar dari mulutku. “
Mulutku di sumpal kog di suruh jawab” pikirku
Aku diam saja tidak bergerak menikmati ketidakberdayaan itu ketika tiba-tiba kakiku dipegang, dilebarkan. Lalu aku merasakan sesuatu masuk kedalam vaginaku, aku rasakan bentuknya memanjang mirip alat kelamin pria.
“Kayaknya ini dildo yang tadi dipake Susan sama Novi.” pikirku
Aku diam saja soalnya aku ingin merasakan seperti apa sensasi dengan menggunakan dildo, maklum aku belum pernah pake alat seperti itu.
Dildo tersebut tidak bisa keluar dari vaginaku karena ditahan oleh celana dalam yang aku pakai setelah habis mandi. Berikutnya kakiku dijadikan satu dan diikat di bagian pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki. Ada sesuatu yang ditempelkan dengan lakban di perutku yang kemudian aku ketahui adalah controller dildo itu.
“kita tinggal dulu ya Mil, mau jalan-jalan dulu. Mungkin sejam 2 jam lagi pulang.” Kata Novi kemudian.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh, getaran aneh di dalam vegie-ku, belum pernah aku rasakan. Rasa geli dan nikmat bercampur jadi satu. Refleks aku berontak untuk mengeluarkan dildo yang jadi sumber getaran itu dari vaginaku tapi tidak bisa karena kakiku tertutup erat. Aku mengerang-erang tanpa suara karena tertutup scarf.
“Jaga rumah yaaaa….” Suara Diah terdengar menjauh.
“Mmmmppphhhhhh.......!! sahutku tak berdaya
Sambil merasakan geli dan kenikmatan yang baru aku rasakan, aku mendengar suara mobil menjauh.
“Sialan, aku bener-bener dikerjain, aku disekap sendirian terus mereka tinggal pergi.” pikirku di antara rasa nikmat yang aneh itu menurutku.
Tidak tahu berapa kali aku ‘keluar’, sampai kakiku terasa tegang semua, miss V juga terasa tegang terus sampai pegal. Aku hanya merasakannya sambil berontak berusaha melepaskan diri, meyakinkan diri bahwa aku tak berdaya, seolah-olah aku adalah tawanan yang sedang berusaha melepaskan diri. Nafasku juga makin ngos-ngosan karena hanya bisa bernafas melalui hidung, mulutku tertutup rapat.
Aku tidak mendengar suara mobil masuk karena terlalu berkonsentrasi dengan ‘penderitaan’ yang aku alami saat ini ketika tiba-tiba terdengar suara Diah.
“Hayoooo!!!! Enak ya??”
Aku berusaha berteriak supaya dilepaskan. Diah melepaskan borgol di sebelah tangan kiriku, namun memborgolkannya lagi setelah aku dilepas dari kaki ranjang. Aku langsung jatuh tergeletak karena badanku sangat lemas. Diah mendorong tubuhku sehingga posisi tubuhku sekarang menelungkup. Aku masih berusaha melepaskan dildo di vagina, sudah jenuh dengan rasa nikmat yang aku rasakan. Aku menaik-turunkan pantatku, usaha untuk mengeluarkan dildo yang ternyata percuma saja.
Diah mematikan dildo di vaginaku. Aku hanya bisa tertelungkup lemah, seperti habis push-up 100 set saja rasanya.
“Capek gak Non?” Tanya Diah.
Aku tidak menjawab. Nafasku masih ngos-ngosan. Borgol sekarang benar-benar dilepaskan dari tanganku tapi aku masih tidak bisa menggerakkan tanganku karena begitu lemasnya. Aku kemudian merasakan semua scarf di kepalaku dan tali di kakiku dilepaskan tapi aku terlalu lemas untuk menggerakkan tubuhku. Aku hanya memejamkan mata. Tidur.
SABTU MALAM 29 MEI
Aku membuka mata. Masih di tempat yang sama yaitu di dekat kaki tempat tidur. Sudah malam sekarang karena kulihat melalui jendela langit sudah gelap. Korden belum ditutup. Lampu samping tempat tidur yang menyala jadi suasana hanya remang-remang. Aku berusaha untuk duduk, kaki dan pangkal pahaku terasa sangat pegal. Setelah mengumpulkan tenaga aku bisa berdiri dan melangkah perlahan keluar kamar.
“Eh, Tuan Putri sudah bangun ya…” Kata Novi melihatku melangkah keluar dari kamar dengan langkah yang masih terhuyung-huyung.
Aku hanya tersenyum lemah dan duduk di kursi di dekatku. Teman-temanku sedang menonton acara TV, entah apa.
“Laper gak Non?” Tanya Diah.
“Makan dulu ya biar gak sakit.”
Dia mendekatiku yang ternyata duduk di kursi meja makan. Dia mengambilkan nasi dan lauk. Aku melihat ke jam dinding, ternyata sudah mendekati jam delapan malam. Entah berapa jam aku tertidur setelah ‘disiksa’.
Selesai makan badanku terasa sedikit segar, ditambah dengan sirup yang dibuatkan oleh Diah. Aku bergabung dengan teman-temanku yang masih asyik di depan TV.
“Ujian terberat sudah kamu lewati lho Mil. Gimana rasanya nurut kamu?”
“Capek, lemes.” Jawabku pendek, sedikit tersenyum. Walaupun aku jadi lemas seperti saat ini, aku benar-benar menikmatinya.
Sambil nonton TV ternyata ketiga temanku sedang memainkan permainan yang selama ini hanya aku mainkan di komputer yaitu strip poker. Aku kurang tertarik mengikuti permainan mereka, lebih asyik melihat TV yang sedang menayangkan satu film box office yang dulu tidak sempat aku tonton.
Aku melirik ketiga temanku. Novi dan Susan hanya memakai CD dan bra, sedangkan Diah tinggal menyisakan CD yang menutupi area kenikmatannya. Novi memakai CD dan bra berwarna merah tua, Novi memakai CD dan bra transparan warna hijau tua, sedangkan Diah yang hanya tinggal CD warna ungu yang menempel. Melihat pemandangan seperti itu gairahku mulai bangkit lagi, yang di kemudian hari aku ketahui penyebabnya adalah sirup yang aku minum tadi yang ternyata telah dicampur dengan obat perangsang, sama yang diminum oleh Novi.
“Kamu kalah! Malam ini kamu yang jadi korban!” Seru Susan kepada Diah.
Diah sambil menggerutu melepas CD-nya.
“Silakan dimasukkan Mbak…” Kata Novi kemudian sambil melepaskan CD-nya dan menyerahkannya kepada Diah. Hal yang sama dilakukannya juga oleh Susan.
Diah memasukkan CD teman-temannya itu kedalam mulutnya, kemudian CD miliknya juga masuk kedalam mulutnya. Karena CD ketiganya adalah G-String maka tidak mustahil bisa masuk semua kedalam mulut Diah.
“Kayaknya kurang penuh ya? Mil, sekalian punyamu dilepas, kasihin ke Diah.”
Aku yang dari tadi tersenyum-senyum sambil menahan gairah ikut melepaskan CD yang aku pakai.
“Mmmmffff!!!” Suara dari mulut Diah sambil menggelengkan kepalanya.
“Gak boleh protes!” Novi menjejalkan CD-ku kedalam mulut Diah.
“Nich, pasang sendiri.” Susan menyerahkan lakban kepada Diah.
"Tiga kali lho.”
Diah melakban sendiri mulutnya, tiga lembar seperti semalam aku alami. Aku tambah dag dig dug melihat keadaan Diah yang mulutnya terlihat menggelembung dan tertutup lakban.
“Ayo ke kamar. Kamu juga Mil.”
Kita berempat menuju ke kamar, kamar yang aku tempati. Sesampainya di dalam Novi dan Susan menyiapkan tali dan mulai mengikat Diah di tempat tidur. Posisi Diah setelah diikat hampir mirip posisi spreadeagle hanya bedanya kakinya menjuntai ke bawah tapi terikat erat di kaki-kaki ranjang. Pantatnya tepat di ujung tempat tidur sehingga otomatis vaginanya menganga di ujung tempat tidur, jadi tidak perlu naik ke tempat tidur untuk menikmatinya.
“Mila, sebagai kehormatan buat kamu, silakan kamu nikmati vegi Diah ya. Syaratnya kamu hanya boleh pakai mulut dan lidah saja, tidak boleh pakai tangan, jadi tanganmu aku ikat dulu ya. Sudah horny banget kan kamu?”
Ternyata mereka tahu kalau aku sudah terpengaruh obat yang dicampurkan kedalam minuman tadi.
Setelah tanganku diikat erat ke belakang, aku jongkok dan mulai menjilati titik kenikmatan yang ada di depanku. Diah tidak dapat bergerak, hanya mampu mendesah-desah seperti yang aku alami semalam. Novi dan Susan berbagi buah dada. Aku makin menjadi-jadi menjilati vagina Diah, kadang aku sedot, kadang aku gigit-gigit perlahan. Tubuh Diah mengejang. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berteriak-teriak tertahan. Aku juga menjilati pangkal paha turun kebawah sampai ke telapak kaki. Rasanya sangat nikmat bisa menjilati kaki Diah yang putih bersih, masih ada bau wangi sabun yang dia gunakan. Puas ‘membersihkan’ telapak kakinya, aku mulai mengulum jari-jari kakinya satu persatu. Aku jilati juga sela-sela kakinya.
“Nov, lepasin tanganku dong. Tutup mataku aja ya.” Kataku pada Novi.
“Ok”
Novi mendekatiku dan melepaskan ikatan tanganku. Aku mengambil scarf yang ada di dekatku dan menutup sendiri mataku dengannya. Lalu aku merasakan tanganku kembali diikat kedepan. Setelah itu aku lanjutkan lagi aktivitas ‘memandikan’ kaki Diah dengan air liurku. Aku lebih bebas mengekspresikan gairahku karena selain menjilati aku juga bisa meraba-raba kaki Diah dengan tanganku yang diikat ke depan. Tubuh Diah mengejang, mungkin sedang mendapatkan orgasme, entah untuk keberapa kalinya. Aku masih asyik menjilati pahanya dan sekarang menuju ke liang kenikmatannya. Lagi aku jilati clitorisnya, memainkan lidah dan menyedot tepat di lubang kenikmatan.
“Pake ini aja Mil, biar Diah lebih megap-megap.”
Novi memberikan dildo yang tadi siang menyiksaku dan aku mulai memasukkan ke vagina Diah, perlahan-lahan. Aku lakukan gerakan maju mundur seperti yang dilakukan apabila seorang pria dan wanita melakukan hubungan badan. Aku nyalakan getaran di dildo yang sepertinya membuat Diah bertambah tersiksa atau nikmat, aku tidak tahu. Aku terus memainkan alat itu sampai aku terdengar rintihan Diah.
“Ampun Mil, sudah cukup. Ampun!!!” Rintih Diah.
Lakban dan sumpalan di mulut Diah ternyata sudah dibuka.
Aku yang masih bergairah untuk menikmati lubang kenikmatan yang ada di depanku tidak mau berhenti. Aku meletakkan dildo dan mulai lagi menjilati vagina Diah. Erangan dan desahan Diah sekarang jelas terdengar. Akhirnya terdengar lagi lengkingan tanda puncak kenikmatan dan aku menghentikan jilatanku.
“Sudah cukup ya Mil kamu siksa Diah, hehehe. Gimana rasanya? Gurih?” Canda Susan.
“Diah, belum selesai lho. Aku bungkus kamu ya sekarang.” Kata Novi.
Dan apa yang terjadi padaku semalam sekarang dialami oleh Diah. Tangan, dada, lutut dan pergelangan kakinya diikat. Mulut tertutup lakban, mata ditutup scarf. Diah hanya diam pasrah. Aku membantu Novi melembarkan selimut di lantai yang kemudian digunakan untuk menggulung tubuh Diah. Aku membantu menarik-narik ujung selimut supaya gulungannya tambah erat. Setelah itu tali panjang diikat si gulungan itu, dari sekitar dada sampai ke pergelangan kaki. Kami bertiga kemudian mengangkat gulungan dan Diah yang ada di dalamnya dan meletakkan di atas ranjang. Dan masih sama seperti aku semalam, gulungan itu kemudian diikat lagi ke ujung-ujung tempat tidur.
“Selesai buat Diah. Tapi buat budak baru kita, masih ada yang harus dilakukan.” Kata Novi kepadaku kemudian.
Novi memasang kalung kulit di leherku, kemudian mengaitkan rantai di lubang yang ada di kalung. Kemudian tangan kiri dan kananku dipasang sesuatu, bentuknya mirip gelang tapi lebar, terbuat dari kulit. Gelang sebelah kiri dan kanan dihubungkan dengan rantai yang panjangnya kira-kira 20 centimeter. Gelang itu tidak dapat dilepaskan karena dikunci dengan kunci gembok. Sedangkan kaki kiriku dirantai, panjangnya 1 meter dan dikaitkan ke kaki tempat tidur. Dan hal paling akhir yang dilakukan Novi adalah menutup kepalaku dengan masker terbuat dari kulit, berwarna hitam. Masker itu menutup seluruh kepalaku, terasa sangat sesak setelah retsleting yang terletak di bagian belakang dikencangkan. Sekali lagi aku tidak dapat melihat maupun berbicara karena masker itu demikian kencang. Hanya tersedia 2 lubang itu lubang hidung. Rantai leherku kemudian dikaitkan ke kaki tempat tidur.
Novi menepuk-nepuk kepalaku, seperti menepuk-nepuk kepala anjing.
“Malam ini kamu tidur di lantai ya, kamu jagain Diah. Malam ini kamu adalah anjing penjaga yang patuh. Kalau kedinginan ini ada selimut.”
Aku hanya bisa mengangguk karena tidak dapat melihat dimana selimut yang dimaksud oleh Novi. Hawa malam ini memang dingin jadi aku meraba-raba untuk mencarinya. Aku tidur di kaki tempat tidur, posisiku mirip sekali dengan posisi anjing yang sedang tidur, lengkap dengan rantai di leher.
“Selamat tidur Sayang… Sampai jumpa besok pagi.”
Sekali lagi aku merasakan tepukan di kepalaku. Tepukan sayang untuk anjing penjaga.
MINGGU 30 MEI
Tubuhku terasa digoyang-goyangkan. Aku hendak membuka mata tapi tidak bisa, demikian juga dengan mulutku. Aku kemudian teringat kalau semalam aku tidur dengan masker kulit yang menutupi seluruh wajahku. Aku beranjak untuk berdiri tapi leherku tertahan oleh rantai yang dikaitkan dengan kaki tempat tidur. Aku menjadi tambah mengingat semuanya, kan semalam leher, kaki dan tanganku dirantai dan disatukan dengan kaki ranjang. Walaupun tidak terikat kencang seperti malam pertama tapi siksaan yang aku alami saat ini tidak kalah menderitanya. Memang tangan dan kakiku dirantai namun itu cukup menyulitkan gerakan-gerakan yang aku coba lakukan seperti saat semalam aku berusaha menyelimuti tubuhku sendiri.
“Bangun ya, jam 12 kita check out lho.” Terdengar suara Novi kalau tidak salah.
Aku merasakan rantai-rantai di tubuhku mulai dilepas satu persatu. Retsleting yang berada di belakang kepala juga mulai dilepaskan, membuat wajahku sedikit lega. Aku merasakan hawa sejuk ketika masker itu benar-benar lepas dari kepalaku. Pandangan mataku agak terpendar-pendar karena semalaman aliran darah kurang lancar. Kulihat Diah juga sedang dilepaskan dari ikatan dan selimut yang membungkusnya semalaman.
“Bwaaah! Bwaaah! Pegel mulutku dimasukin celana dalam semalaman. Kamu gila, kan dulu-dulu paling 3 celana dalam yang dimasukin.” Kata Diah sambil mengeluarkan CD-CD yang semalaman bersarang di mulutnya, termasuk CD milikku.
Aku lanjutkan kegiatanku dengan mandi. Sepertinya pengaruh obat perangsang semalam sudah hilang karena walau kulihat ketiga temanku yang hanya memakai lingerie aku tidak ada perasaan seperti semalam, tidak ada lagi rasa dag dig dug. Kami berempat memberesi pakaian dan alat-alat yang kita gunakan 2 hari di vila ini. Aku melipat scarf-scarf milikku dan memasukkannya kedalama tasku. Ada juga borgol, tali, rantai yang aku pakai semalam dan dildo yang ternyata jumlahnya lebih dari satu. Aku tersenyum sendiri melihat barang-barang tadi, membayangkan apa yang telah aku lakukan dengan barang-barang tersebut.
“Apa Mila, masih pingin mainan lagi atau teringat ‘saat-saat indah’? Canda Diah.
“Mau tau aja.”
Kita berempat sarapan lagi sambil ngobrol ngalor ngidul. Aku melihat jam dinding baru menunjukkan pukul 8 lebih. Selesai sarapan kita duduk-duduk di sofa depan TV. Cerah sekali cuaca hari ini.
Tiba-tiba Diah dan Novi berubah galak sambil membawa seutas tali.
“Cepat masuk ke dalam bak mandi dan berbaring dalam posisi tertelungkup. Tangan letakkan dibelakang.”
Aku segera melakukan apa yang diperintahkannya. Diah kemudian mengikat kedua tanganku pada bagian pergelangan tangan dan membuat simpul diantaranya. Lalu kedua kakiku ditarik dan diikat menjadi satu dengan tanganku. Novi lalu menjejalkannya Cdku ke dalam mulutku. Untuk menahannya Diah mengikatkan braku pada bagian mulut di belakang kepala. Kemudian Diah membuka keran air dingin yang mulai mengisi bak mandi tersebut dengan kecepatan yang lambat.
“Nikmatilah permainan ini,” bisik Novi sambil tersenyum, kemudian mereka meninggalkan ku sendirian terikat di kamar mandi setelah sebelumnya menguncinya dari luar. Kudengar suara mobilnya meninggalkan garasi. Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan di kaki dan tanganku. Tapi semuanya itu sia-sia saja, disamping tenagaku yang makin terkuras dan perutku yang makin lapar. Sejam kemudian air di bak mandi mulai mencapai batas maksimum sehingga mencapai mulutku yang sudah dalam keadaan mendongak. Kembali aku menggeliat sambil berusaha melepaskan ikatanku tapi goyangan air yang timbul menghentikan aksiku karena hampir masuk ke hidungku. Setelah terikat tak berdaya dalam keadaan bugil dan terendam air selama kurang lebih tiga setengah jam, leherku mulai benar-benar pegal karena harus terus mendongak. Untunglah mereka berdua segera pulang.
“Gimana permainan tadi, asyikkan?” tanya Novi sambil tersenyum sambil melepaskan ikatanku. Aku hanya terdiam tak menjawab.
“Mil, kamu pernah liat film House Of Wax belum?” Tanya Diah.
“Mmm… Aku liat tapi gak semuanya. Ngeri liat film model kayak gitu.”
“Tapi pas adegan yang ada cewek yang dilem mulutnya itu kamu liat?”
Aku menganggukkan kepala.
“Kalo kamu digituin mau gak?”
Aku mengerutkan kening kemudian menggelengkan kepala.
“Nggak mau ah, ntar bibirku bisa sakit semua.”
“Nggak kok. Kita semua pernah mencoba, bisa dilepas Cuma memang bibir harus dikompres dulu pake air anget jadi lemnya agak mencair. Mau ya?”
“Emoh ah, bener-bener ngeri aku.”
“Ayo dong, kan kamu janji bersedia diapa-apain aja. Kita pernah nyoba semua, gak cuman di bibir, vegi kita juga pernah kita coba dilem. Ya prinsipnya sama dengan bibir, sebelum ngelepas biar lebih mudah direndam pake air anget.”
Aku tambah ngeri membayangkan bibir atau veginaku dilem, gimana bisa dibuka. Tapi ada juga pikiran nakal untuk mencobanya.
“Iya dech aku mau.” Jawabku pada akhirnya.
“Tapi syaratnya, ikat aku dulu ya supaya jangan aku memberontak menyulitkan kalian,... Aku juga pingin dipuasin sekali lagi sebelum pulang, hehehe.” Lanjutku. Aku sudah tidak malu lagi mengatakan apa yang aku inginkan, aku benar-benar suka diikat.
“Ok!” Seru Diah.
Dia masuk ke kamar, mengambil tali dan lem yang ternyata sudah dipersiapkannya dari rumah. Tanganku diikat lagi ke belakang, kakiku juga. Aku masih dalam posisi duduk di sofa. Kemudian Diah membuka penutup lem, sejenis lem yang biasa digunakan untuk mengelem plastik. Dia mengoles-oleskan lem itu di bibir bawahku, kemudian menyatukan bibir atas dan bawahku.
“Tunggu sebentar, jangan dibuka dulu mulutnya. Biarin kering dulu.” Sambil menempelkan lakban di mulutku
Aku menuruti apa yang dikatakan Diah. Beberapa saat kemudian, setelah aku merasakan bibirku merekat jadi satu, aku berusaha membuka mulutku dan ternyata tidak bisa. Mulutku tertutup rapat. Novi menghampiriku melihat ke arah bibirku.
“Gimana, bisa gak buka mulut?” Tanyanya sambil melepaskan rekatan lakban dumulutku
“Mmmmppphhhh” Aku hanya bisa mengeluarkan suara itu sambil menggelengkan kepala.
Novi membuka simpul kimonoku dan mulai meraba-raba buah dadaku. Mulutnya mengulum buah dada kananku sedangkan tangannya meremas-remas buah dadaku yang sebelah kiri.
“Nov! Bawa Sari kesini dong.” Seru Diah dari arah kamar mandi.
Novi melepaskan ikatan di kakiku dan mengajakku masuk ke kamar mandi. Aku melihat Susan sedang tidur terikat di atas ranjang, pantas saja dari tadi tidak kelihatan berarti tadi aku dan Susan ditinggalkan mereka berdua dalam keadaan terikat. Sampai di kamar mandi Novi mendudukkanku yang masih terikat tanganku di atas closet.
Diah membawa pisau cukur dan mengangkangkan kakiku.
“Biasain bulu vegi itu dicukur halus ya. Jangan banyak bergerak ntar malah kena pisau.”
Dia mulai mencukur bulu-bulu halus di daerah vaginaku, sambil sedikit meremas-remas vegiku. Aku duduk diam, takut terkena pisau cukur itu.
Selesai mencukur aku melihat ke arah vaginaku. Lucu banget bentuknya, kayak punya anak kecil. Aku memang tidak pernah mencukur habis bulu vagina tapi hanya memotongnya pendek. Diah menjilati vegiku sebentar kemudian mengeluarkan lem yang tadi digunakannya lagi. Ternyata dia tidak hanya mengelem mulutku tapi juga vaginaku.
“Kamu adalah budak kami! Kamu tidak punya hak untuk menolak apa yang aku lakukan sama kamu!”
Kata Diah setelah selesai menutup vaginaku. Disisakannya lubang kecil untuk keluarnya air pipis.
“Eh, pulang yuk!!! Sudah jam dua belas lho!!! San, bangun oooiii!!!” Seru Novi dari luar kamar mandi.
“Lepasin dong,.....!!” sahut Susan dari kamarnya
Aku mengamati seperti apa vaginaku saat ini. Bentuknya jadi aneh, menutup menjadi satu. Aku kemudian berdiri dan berjalan menuju kaca untuk melihat bibirku. Di kaca terlihat mulutku yang tertutup, tidak tampak kalau ternyata bibirku dilem. Tanganku masih terikat erat kebelakang.Ada yang aneh di vegiku kalau aku berjalan, kayaknya gara-gara dilem, hehehe.
Mereka bertiga semua sekarang sibuk berganti baju kemudian memasukkan barang-barang kedalam mobil. Aku hanya diam mendengarkan ketiga temanku membicarakan rencana mereka nanti malam untuk nonton bioskop dalam keadaan tanganku masih terikat erat. Aku tidak dapat nimbrung pembicaraan mereka karena mulutku yang benar-benar tertutup rapat dalam arti yang sebenarnya.
“Gimana Mil, akhir minggunya menyenangkan nggak?” Tanya Diah yang duduk di belakang kemudi.
“Mmm” Jawabku pendek.
Novi yang duduk di sebelahku menggelitik pinggangku.
“Mmmppphhh!!!” Hanya suara itu yang muncul dari mulutku.
“Ihhh, jadi terangsang denger suaramu itu lho. Hehehe. Malem ini mau gak nginep di kostku Sar?” Kata Novi.
Aku menggelengkan kepala.
“atau aku menginap di kostmu...?” timpal Susan
Aku kembali menggelengkan kepala.
Sepanjang perjalanan aku hanya bisa memandangi rumah-rumah yang kami lewati, tidak seperti Novi atau Susan yang makan snack yang mereka bawa.
Jam 1 siang mobil sampai di kostku. Sebelum keluar mobil, Susan melepaskan tali yang mengikat kedua tanganku. Aku keluar dari mobil dan tetap tidak bisa mengucapkan satu katapun pada Diah, Susan ataupun Novi. Aku hanya melambaikan tangan dan menunggu mobil Kijang warna silver itu hilang di belokan. Aku segera menuju ke kamarku, menutup pintu dan mengunci nya, melepaskan semua bajuku dan merebahkan badanku di ranjang. Terasa sangat lelah badanku sesampainya di kost.
“Ah, ngurus mulut sama veginya nanti aja ah…” Kataku pada diriku sendiri. Aku terjun ke tempat tidur tanpa melepaskan sepatuku. Aku memeluk guling, membetulkan posisi bantal dan kemudian memejamkan mata yang makin terasa berat. Sambil mengantuk aku masih mengingat-ingat apa yang telah aku alami dan mulai membayangkan jenis siksaan atau ikatan apa lagi yang akan aku alami dan juga membayangkan petualangan-petualangan yang ingin aku lakukan bersama Diah, Novi dan Susan....
BRAAKKK!! Pintu di buka dengan paksa,..... aku terkejut dan terbangun, RAMPOK?! Ada 3 orang pria kekar masuk kedalam kamarku. Dengan cepat mereka membekap mulutku yang memang tak bisa berteriak karena masih dilem, yang lain menarik tanganku kebelakang dan mengikatnya dengan tali nylon yang sangat erat, kakiku pun diikat terpisah ke kaki tempat tidur, jadilah aku terlentang dengan tangan terikat kebelakang dan kaki terikat mengangkang ke kaki tempat tidur, ternyata ketiga pria kekar itu datang bukan untuk merampok, tapi memperkosaku, uugghh... mmmpphhhh...!!! aku tidak berdaya ketika vagina ku menjadi sasaran penis mereka satu per satu
“Krrrriiiiiingggg.....!!” telepon berbunyi dan aku tidak berdaya mengangkatnya,... oh ternyata itu bunyi jam weker di mejaku, aku terbangun,...... ah, rupanya aku bermimpi tadi.
==oo0oo==
Tidak ada komentar:
Posting Komentar